Restu tak bisa membenci Galih.
Tak bis Seiring kesadaran lain yang muncul dihati gadis itu.
Toh marahpun tak ada artinya buat Galih.
Dia tetap cuek dan tak peduli atau merasa berdosa pada apa yang tlah dia lakukan pada Restu.
Percuma saja Restu marah.
Laksana marahin batu Nggak ada gunanya! Akhirnya Restu hanya bisa marah pada diri sendiri.
Pada kelemahan dan kele- ngahannya.
Dan mungkin itu porsi yang mau tak mau harus ia terima.
Seperti menelan pil pahit.
Atau seperti orang mabuk yang terus saja nenggak air comberan.
Sudah tahu pahit dan merusak tetap saja ditenggak juga.
Akhirnya kembali ditun- tunnya kesabaran, tuk menyikapi semua yang tlah terjadi antara dia Galih dengan kelapangan dan kebesaran hati.
Dan mungkin rasa sayang itu masih dan akan tetap ada di hati.
Karena ia tak bisa mengubur rasa sayang iika sudah terlahir tulus dari sudut kalbu yang rapuh.
kini rasa itu hanya jadi milik sendiri ketika saling berbenturan.
Rasa sebal, benci.
mualk dan….
kangen.
Ya, rasa itu temyata masih tetap ada.
Seling melintas bila ia terkenang akan Itai hari yang telah dilaluinya bareng Galili.
Bagaimana pun, kebersamaan yang pernah ada terlalu manis untuk dilupakan.
Tapi ego dan harga diri mencegah Restu untuk membalas sapa atau berbaikan dengannya.
Galih terlalu seenaknya, seper tinya dia sudah melupakan begitu saja akan kesalahan besar yang telah ia lakukan.
Sepertinya ia menganggap semua kema rahan dan kekecewaan Restu hanya lin- tasan angin belaka.
Tak perlu dibesar besarkan "Ngobrol dulu dong Res!" Ngomong itu tangannya merengkuh bahu Restu.
Disentakannya tangan yang menyampir seenaknya di bahu dengan kasar.
Lalu dengan galak dan kasar pula ia membentak cowok itu.
He… siapa sih lo? Sok akrab banget Kayak yang kenal aja lagak lo!" Mata cowok itu keruh menatapnya.
Jangan mengundang pertengkaran itu.
la luruh.
terpurik lunelii menahan se- gala kekecewaan yang memporakporanda.
kan hati dan perasaannya.
Kalimat yang keluar dari mulut Yani selanjutnya luput dari perhatiaannya.
la tak ingin mendengar.
Tapi nyatanya kupingnya belum tuli untuk mendengar kata-kata yang mengalir lancar dari mulut Yani.
Tak bis Seiring kesadaran lain yang muncul dihati gadis itu.
Toh marahpun tak ada artinya buat Galih.
Dia tetap cuek dan tak peduli atau merasa berdosa pada apa yang tlah dia lakukan pada Restu.
Percuma saja Restu marah.
Laksana marahin batu Nggak ada gunanya! Akhirnya Restu hanya bisa marah pada diri sendiri.
Pada kelemahan dan kele- ngahannya.
Dan mungkin itu porsi yang mau tak mau harus ia terima.
Seperti menelan pil pahit.
Atau seperti orang mabuk yang terus saja nenggak air comberan.
Sudah tahu pahit dan merusak tetap saja ditenggak juga.
Akhirnya kembali ditun- tunnya kesabaran, tuk menyikapi semua yang tlah terjadi antara dia Galih dengan kelapangan dan kebesaran hati.
kini rasa itu hanya jadi milik sendiri ketika saling berbenturan
Restu nggak tahu kini, apa mesti pantas marah? Menangis? Menyesal atau sebalilk nya, bahagia saja, karena bagaimana pun ia pernah menyayangi Galih.Dan mungkin rasa sayang itu masih dan akan tetap ada di hati.
Karena ia tak bisa mengubur rasa sayang iika sudah terlahir tulus dari sudut kalbu yang rapuh.
kini rasa itu hanya jadi milik sendiri ketika saling berbenturan.
Rasa sebal, benci.
mualk dan….
kangen.
Ya, rasa itu temyata masih tetap ada.
Seling melintas bila ia terkenang akan Itai hari yang telah dilaluinya bareng Galili.
Bagaimana pun, kebersamaan yang pernah ada terlalu manis untuk dilupakan.
Tapi ego dan harga diri mencegah Restu untuk membalas sapa atau berbaikan dengannya.
Galih terlalu seenaknya, seper tinya dia sudah melupakan begitu saja akan kesalahan besar yang telah ia lakukan.
Sepertinya ia menganggap semua kema rahan dan kekecewaan Restu hanya lin- tasan angin belaka.
Tak perlu dibesar besarkan "Ngobrol dulu dong Res!" Ngomong itu tangannya merengkuh bahu Restu.
Enak banget ia menggandeng Restu
Enak banget ia menggandeng Restu.Disentakannya tangan yang menyampir seenaknya di bahu dengan kasar.
Lalu dengan galak dan kasar pula ia membentak cowok itu.
He… siapa sih lo? Sok akrab banget Kayak yang kenal aja lagak lo!" Mata cowok itu keruh menatapnya.
Jangan mengundang pertengkaran itu.
la luruh.
terpurik lunelii menahan se- gala kekecewaan yang memporakporanda.
kan hati dan perasaannya.
Kalimat yang keluar dari mulut Yani selanjutnya luput dari perhatiaannya.
la tak ingin mendengar.
Tapi nyatanya kupingnya belum tuli untuk mendengar kata-kata yang mengalir lancar dari mulut Yani.
Comments
Post a Comment